![]() |
Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI, Josephine Simanjuntak, saat mengikuti rapat paripurna membahas APBD 2025 di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (21/7/2025). |
Jakarta, komprehensif.id — Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta mempertanyakan penambahan anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) sebesar Rp2,89 triliun dalam perubahan APBD 2025. Anggaran jumbo ini dinilai tak jelas kegunaannya karena serapannya nihil sejak 2023.
“Fraksi PSI menyayangkan meningkatnya alokasi Belanja Tidak Terduga dalam Perubahan APBD 2025 menjadi Rp2,89 triliun, naik dari penetapan awal sebesar Rp2,04 triliun,” kata anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta dari PSI, Josephine Simanjuntak, dalam rapat paripurna di gedung DPRD, Senin (21/7/2025).
Ia menyebut kenaikan ini tidak diiringi kejelasan kebutuhan riil masyarakat. Bahkan sejak 2023, BTT yang dianggarkan Pemprov DKI tercatat tidak terserap.
“Kenaikan ini tidak diiringi dengan kejelasan kebutuhan riil, sementara serapan BTT sejak tahun anggaran 2023 tercatat nihil,” ujarnya.
Menurut Josephine, dana sebesar itu lebih baik dialihkan untuk program-program prioritas seperti pendidikan, penanganan banjir, dan pembangunan rumah susun.
“Di tengah masih banyaknya tantangan yang dihadapi warga Jakarta, alokasi sebesar ini seharusnya dapat dimanfaatkan untuk program-program prioritas yang dampaknya langsung bisa dirasakan masyarakat,” jelasnya.
Ia juga mendorong Pemprov DKI merealokasi BTT untuk memperkuat layanan publik. “Kami mendorong agar sebagian besar anggaran BTT direalokasi untuk memperkuat layanan publik, mulai dari peningkatan kualitas dan akses pendidikan, penanganan banjir yang berkelanjutan, hingga pembangunan rumah susun yang layak huni,” tambahnya.
Josephine turut menyoroti pentingnya membangun sistem keamanan di ruang publik. Ia mengingatkan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung soal janji kampanye untuk menambah CCTV di berbagai titik rawan kejahatan.
“Sistem keamanan di ruang publik juga harus menjadi perhatian, seperti program CCTV yang merupakan janji Pak Gubernur, mengingat minimnya pengawasan di banyak titik rawan kejahatan,” ujarnya.
Ia menegaskan program-program tersebut jauh lebih mendesak ketimbang mempertahankan pos BTT besar yang tidak terserap optimal.
“Program-program ini jauh lebih mendesak dibanding mempertahankan pos BTT yang besar, namun tidak terserap secara optimal,” pungkas Josephine.
(martinus)