![]() |
Lima pembunuh berantai paling terkenal di Indonesia yang kasusnya sempat menghebohkan publik. [Foto: Istimewa] |
Jakarta, komprehensif.id — Indonesia mencatat sejumlah kasus pembunuhan berantai yang menggemparkan publik. Dari dukun penghisap air liur hingga pembunuh bermartil, berikut kisah lima pembunuh berantai paling terkenal di tanah air.
Ahmad Suradji alias Dukun AS menjadi salah satu yang paling mencengangkan. Dukun dari Desa Sei Semayang, Deli Serdang, Sumut, ini mengaku mendapat wangsit untuk membunuh 70 perempuan demi kesaktian. Korban yang datang meminta jimat atau pengobatan justru dihabisi dan dikubur di kebun tebu dengan posisi kepala di bawah, menghadap rumahnya. Kasus ini terungkap setelah jasad Sri Kemala Dewi ditemukan pada April 1997. Polisi juga menemukan tumpukan pakaian dan perhiasan milik korban di rumah Suradji. Total, 42 jasad ditemukan. Dukun AS dijatuhi hukuman mati dan dieksekusi pada 10 Juli 2008.
Nama Antonius Rio Alex Bulo alias Rio Martil juga membuat publik ngeri. Julukan itu melekat karena ia selalu menggunakan martil untuk membunuh korbannya, kebanyakan pemilik rental mobil. Kejahatannya terjadi di Bandung, Surabaya, Yogyakarta, hingga Purwokerto. Di LP Nusakambangan, ia kembali membunuh dua napi, termasuk guru ngajinya. Rio divonis mati dan dieksekusi pada 8 Agustus 2008.
Kasus lain yang bikin bulu kuduk berdiri adalah Baekuni alias Babe. Predator anak jalanan ini menculik, memperkosa, membunuh, bahkan memutilasi korbannya di kontrakan kawasan Pulo Gadung, Jakarta Timur. Awalnya ia mengaku 7 korban, namun penyelidikan menemukan 14 korban, 4 di antaranya dimutilasi. Baekuni divonis mati, dan Mahkamah Agung menolak kasasinya.
Very Idham Henyansyah, atau Ryan Jombang, dikenal sebagai pembunuh berantai sekaligus pelaku mutilasi. Ia menghabisi 11 korban pada 2007–2008, sebagian dikubur di halaman rumah orang tuanya di Jombang. Kasus ini terbongkar setelah penemuan mayat termutilasi di Ragunan, Jakarta. Ryan divonis mati, namun hingga kini belum dieksekusi.
Kasus terakhir adalah Siswanto alias Robot Gedek. Tunawisma ini membunuh sedikitnya 12 anak jalanan usia 9–15 tahun di Jakarta pada 1994–1996. Korban diperkosa, dianiaya, lalu dibunuh. Siswanto divonis mati, namun meninggal dunia di RSCM pada 26 Maret 2007 sebelum dieksekusi.
Lima kasus ini menjadi catatan kelam kriminalitas Indonesia. Meski para pelaku sudah mati atau mendekam di penjara, kisah mereka tetap diingat sebagai pengingat bahaya predator dan pentingnya perlindungan bagi masyarakat, terutama anak-anak.